Makamdi Jogjakarta 1. di daerah cacaban ada makam simbah kiyai tuk songo , 2. dan di sekitar daerah trasan makam raden senthot alibasah prawiro dirjo 3. makam kyai nur muhammad di daerah ngadirejo, dekat lapangan tembak. 4. makam syekh subakir di daerah gunung tidar. Makam2x sekitar Jogja - Magelang antara lain : 1. Takhanya di Semarang, makam atau petilasan Syekh Jumadil Kubro diyakini berada di sejumlah tempat di antaranya di Mojokerto, Sleman, Jogyakarta, dan Makassar. Menurut penuturannya, Syekh Jumadil Kubro memang pernah melakukan riyadhoh di Gunung Merapi untuk mencari petunjuk. Setelah itu, dia berdakwah ke berbagai daerah di Pulau Jawa. BukanMakam Satu-satunya Kisah Syekh Jumadil Kubra menjadi legenda di empat wilayah, yaitu Banten-Cirebon, Gresik-Majapahit, Semarang-Mantingan, dan Yogyakarta. Menurut Van Bruinessen, ada kesan seolah orang Islam Jawa pada zaman dan tempat berbeda semua bertolak dari nama Syekh Jumadil Kubra. Makam Syekh Jumadil Kubra pun ada di beberapa tempat. KyaiJumadil Kubro Mbetek Kediri 56. R. Syarifuddin Mangkuyudo Mbetek Kediri 57. Kyai Jakfar Umaiyah Darmoyudo Mbetek Kediri Sutowijoyo (P. Senopati) Kota Gede Yogyakarta LM. Sujono (HB. Awal) Imogiri Yogyakarta Syech Jumadil Qubro Gunung Turgo Kaliurang Yogyakarta SEKILAS SEJARAH MAKAM SYEKH QURO Juni (1) Mei (5) Maret (2) 2011 Angkatanke-3 (1463 - 1466 M), terdiri dari Sunan Ampel, Sunan Giri yang tahun 1463 menggantikan Maulana Ishaq, Maulana Ahmad Jumadil Kubro (wafat 1465), Maulana Muhammad Al-Maghrabi (wafat 1465), Sunan Kudus, Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang yang tahun 1462 menggantikan Maulana Hasanuddin, Sunan Derajat yang tahun 1462 menggantikan Maulana contoh poster tentang pubertas yang mudah digambar. Sebagai kawasan wisata alam dan religi, Bukit Turgo selalu memikat hati peziarah dan wisatawan yang mencari keindahan alam dan nuansa spiritual. Terletak di lereng selatan Gunung Merapi, wilayah Kabupaten Sleman, Provinsi DIY, Bukit Turgo memiliki petilasan dan makam Syeh Jumadil Kubra yang menjadi daya tarik utama bagi para peziarah. Ketinggian Bukit Turgo yang mencapai 1000 mdpl membuatnya tampak indah dan menjadi bagian dari Taman Nasional Gunung Merapi yang menjadi habitat bagi aneka satwa dan tanaman langka. Namun, karena aktivitas Gunung Merapi yang saat ini berstatus Siaga Level 3, kawasan ini saat ini ditutup untuk umum. Petilasan dan Makam Syeh Jumadil Kubra, Saksi Sejarah dan Spiritualitas Makam Syeh Jumadil Kubra yang terletak di puncak Bukit Turgo, menjadi tempat wisata religi yang dikenal sebagai penyebar agama Islam periode awal di Pulau Jawa. Hingga kini, makam ini dikeramatkan dan menjadi tujuan ziarah bagi masyarakat. Menurut Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman, Ishadi Zayid, banyaknya peziarah dan wisatawan yang datang ke petilasan Syeh Jumadil Kubra semakin meningkat setelah dibangun jalur baru yang representatif menuju lokasi tersebut. Sebelum dibangun jalur baru, rata-rata hanya ada 400 hingga 500 pengunjung per bulan, namun setelah jalur jalan menjadi lebih nyaman dan aman, kunjungan meningkat menjadi sekitar pengunjung per bulan. Pembangunan jalan yang representatif tersebut memudahkan peziarah untuk sampai ke lokasi petilasan yang berada di lereng Gunung Merapi. Ishadi mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Pemerintah Provinsi DIY yang telah memperhatikan pengembangan destinasi wisata religi di Kabupaten Sleman. Makam Syekh Jumadil Kubra Tempat Wisata Religi Populer di Lereng Merapi Bukit Turgo, sebuah kawasan di lereng selatan Gunung Merapi, Wilayah Kabupaten Sleman, Provinsi DIY memiliki makam dan petilasan Syekh Jumadil Kubra yang terkenal sebagai tempat wisata religi. Terletak di Dusun Turgo, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, bukit ini memiliki ketinggian 1000 mdpl dan merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Merapi TNGM, tempat habitat aneka satwa dan tanaman langka. Namun, karena aktivitas Gunung Merapi yang saat ini berstatus Siaga Level 3, kawasan Turgo saat ini ditutup untuk umum. Sejarah Syekh Jumadil Kubra Syekh Jumadil Kubra dikenal sebagai salah satu penyebar agama Islam di Pulau Jawa pada periode awal. Hingga kini, makam dan petilasan Syekh Jumadil Kubra kerap dikunjungi oleh wisatawan religi dan dikeramatkan oleh sebagian masyarakat. Peningkatan Kunjungan ke Makam Syekh Jumadil Kubra Menurut Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman, Ishadi Zayid, jumlah wisatawan yang berkunjung ke petilasan Syekh Jumadil Kubra di Bukit Turgo Purwobinangun, Pakem semakin meningkat sejak dibangun jalur baru yang lebih representatif menuju lokasi tersebut pada 2021. Sebelumnya, rata-rata kunjungan sebanyak 400 hingga 500 pengunjung per bulan. Namun, setelah jalur jalan menjadi lebih nyaman dan aman, kunjungan meningkat menjadi sekitar 1000 pengunjung per bulan. Ishadi mengatakan bahwa pembangunan jalan representatif memudahkan wisatawan untuk sampai ke lokasi petilasan yang berada di lereng Gunung Merapi. Ia pun mengapresiasi tinggi kepada Pemerintah Provinsi DIY yang telah memperhatikan pengembangan destinasi wisata religi di Kabupaten Sleman. Sebelumnya, jalur menuju petilasan hanya berupa jalan setapak sempit dengan beberapa bagian jalan yang licin dan tanpa pagar pengaman, yang cukup berbahaya bagi wisatawan. Karena keteladanan akhlaknya, Syekh Jumadil Kubro sangat dihormati di Kerajaan Majapahit. Dakwahnya berhasil pada masa itu. Harga Tiket Masuk Bukit Turgo Jam Buka 24 Jam No. Telepon – Alamat Desa Hargobinangun, Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia, 55582 Kabupaten Sleman yang terletak di sebelah selatan Gunung Merapi memang memiliki alam yang indah dan asri. Di daerah lerengnya, Sleman terkenal dengan kawasan wisata Kaliurang. Tak jauh dari tempat tersebut ada satu wisata alternatif yang bernama Bukit Turgo. Sedikit berbeda dengan Kaliurang, bukit ini merupakan perpaduan wisata alam serta religi. Disebut begitu karena di kawasan bukit dengan tinggi sekitar 1000 Mdpl ini terdapat sebuah makam keramat. Makam milik Syeh Jumadil Kubra yang menurut kepercayaan sebagai sosok penyebar Islam di Jawa. Di samping itu suguhan panorama alamnya pun sangat memanjakan mata. Areanya begitu alami karena masih termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Merapi TNGM. Harga Tiket Masuk Bukit TurgoJam Buka Bukit TurgoSekilas Tentang Bukit TurgoZiarah Ke Makam Syeh Jumadil KubraMendaki SantaiKeragaman Flora dan Fauna UnikNikmati Sajian Kopi dan Teh Petani LokalFasilitas Bukit TurgoLokasi Bukit TurgoInfo Menarik Lainnya Harga Tiket Masuk Bukit Turgo Wisatawan yang ingin menikmati keindahan ataupun berziarah di Bukit Turgo akan dikenai tarif masuk. Harga tiketnya terjangkau dan sangat ramah kantong. Siapkan juga uang lebih untuk menikmati sajian kopi dan teh asli dari petani lokal. Harga Tiket Masuk Bukit Turgo Tiket Baca DESA LEDOKSAMBI Tiket & Aktivitas Jam Buka Bukit Turgo Tidak ada jam operasional khusus yang berlaku di tempat wisata ini. Wisatawan bisa berkunjung kapan saja ke Bukit Turgo. Waktu terbaik untuk berkunjung adalah ketika siang hari ketika cuaca cerah. Namun banyak juga para peziarah yang berkunjung pada malam hari. Jam BukaSetiap Hari24 Jam Sekilas Tentang Bukit Turgo Bukit Turgo berada di sebelah selatan Gunung Merapi. Memiliki ketinggian sekitar 1000 Mdpl merupakan salah satu area terbaik untuk menikmati keindahan Merapi. Bukit ini pernah dilanda awan panas erupsi Gunung Merapi pada tahun 1994 dan 2006. Meski berada di kawasan rawan bencana namun hal itu tidak mengurangi rasa penasaran wisatawan untuk berkunjung. Selain pemandangan yang indah bukit ini menjadi tempat persemayaman terakhir tokoh penting Islam di masa lalu. Di atas puncaknya terdapat makam Syeh Jumadil Kubra. Selain itu di tempat ini wisatawan bisa menikmati langsung komoditi khas petani lokal. Bukit Turgo sangat terkenal dengan produksi kopi dan teh yang khas dan berkualitas. Pada saat waktu-waktu tertentu berlangsung kirab budaya dari masyarakat setempat. Ziarah Ke Makam Syeh Jumadil Kubra Salah satu aktivitas favorit wisatawan yang berkunjung yaitu berziarah makam atau wisata religi. Berada di puncak bukit terdapat makam keramat miliki Syeh Jumadil Kubra. Masyarakat juga sering menyebutnya sebagai Kyai Turgo. Syeh Jumadil Kubra adalah salah satu sosok yang menyebarkan Islam di pulau Jawa pada periode pertama. Makam keramat tersebut sangat terawat dengan baik. Memiliki warna merah muda dengan lantai berwarna hitam. Di area makam terdapat informasi yang menjelaskan silsilah keturunan Syeh Jumadil Kubra. Disebutkan beliau adalah generasi keenam keturunan Nabi Muhammad. Sehingga bisa dibilang Syeh Jumadil Kubra adalah nenek moyang para wali di Indonesia. Di bawah area makam terdapat sebuah gua. Gua sering menjadi tujuan para peziarah melakukan tirakat dan berdoa. Mendaki Santai Puncaknya yang tidak terlalu tinggi membuat bukit ini cocok untuk sekedar mendaki santai. Bukit Turgo juga bisa menjadi tempat latihan untuk para pendaki pemula. Jalurnya tidak terlalu berat dengan kemiringan standar. Di sepanjang jalur pendakian masih sangat asri dengan pepohonan yang sangat rimbun. Keistimewaan dari bukit ini wisatawan bisa melihat Gunung Merapi dengan sangat dekat. Gunung Merapi akan sangat kelihatan di depan mata dan seolah keduanya saling berhadapan. Selain itu lanskap lembah-lembah di sekitar Gunung Merapi juga terlihat jelas. Kemudian saat memandang ke bawah akan terlihat pesona Sungai Boyong yang berkelok-kelok. Semakin tinggi jalur akan semakin menyempit. Areanya berupa semak-semak yang rimbun. Sehingga sensasi petualangan sangat terasa jika mendaki bukit ini. Di jalur pendakian terdapat dua buah aliran mata air yang dinamai Tuk Lanang dan Tuk Wadon. Keragaman Flora dan Fauna Unik Kawasan Bukit Turgo ternyata menjadi tempat tinggal dari flora dan fauna yang unik. Salah satu yang menarik perhatian adalah Anggrek Vanda Tri Color. Bunga tersebut adalah bunga endemi di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi TNGM. Selain itu ada terdapat juga 27 jenis tanaman bambu dan kebun Salak Pondoh. Kemudian sekitar area bukit memiliki beragam hewan amfibi, khususnya katak. Beberapa di antaranya adalah katak Kongkang Racun, Katak Pohon Emas, Bangkong Kerdil, Katak Bertanduk, Bangkong Kolam dan masih banyak lagi. Nikmati Sajian Kopi dan Teh Petani Lokal Kawasan Bukit Turgo ternyata juga terkenal dengan produk kopi dan tehnya yang berkualitas. Di sepanjang perjalanan wisatawan akan sering melihat perkebunan teh dan kopi dari penduduk setempat. Jika tak puas sekedar melihat kebun bisa juga melihat langsung proses produksi kopi maupun teh. Wisatawan bisa ikut dalam pengolahan dan peracikannya hingga siap seduh. Teh dan kopi yang sudah siap seduh dijual dengan harga yang sangat murah dan bisa jadi oleh-oleh. Fasilitas Bukit Turgo Obyek wisata ini sudah memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Tersedia area parkir, toilet dan kamar mandi hingga mushola. Bagi yang ingin bermalam terdapat penginapan di rumah-rumah warga dengan harga yang terjangkau. Tersedia pula pusat oleh-oleh yang menyediakan produk panen masyarakat setempat seperti kopi, teh dan salak pondoh. Baca Lava Bantal Museum Alam di Sungai Opak Lokasi Bukit Turgo Destinasi wisata ini beralamat di Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hanya berjarak sekitar 6km dari kawasan wisata Kaliurang. Sementara dari pusat kota Sleman berjarak 20km dan bisa ditempuh dalam waktu 30-45 menit. Info Menarik Lainnya Home Cerita Pagi Jum'at, 21 Januari 2022 - 0529 WIBloading... Tampak makam Syekh Jumadil Kubro yang disebut penyebar Islam ke Majapahit dan tanah jawa. Ist A A A Husain Jamaluddin Akbar atau Syekh Jumadil Kubro dikenal sebagai seorang mubaligh terkemuka. Dia menyebarkan Islam di Nusantara. Wali Songo yang terkenal di tanah jawa berasal dari keturunannya. Ia dilahirkan pada tahun 1310 M di negeri Malabar, di dalam wilayah Kesultanan Delhi. Ayahnya adalah seorang Gubernur Amir negeri Malabar, yang bernama Amir Ahmad Syah beberapa babad dan cerita rakyat Syekh Jumadil Kubro diyakini sebagai bapak para Wali Songo. Karena beberapa Wali Songo, yaitu Sunan Ampel Raden Rahmat dan Sunan Giri Raden Paku konon adalah cucunya. Bagi Sunan Bonang dan Sunan Drajad, Syekh Jumadil Kubro adalah buyutnya. Sementara Sunan Kudus adalah cicitnya keturunan keempat. Bahkan makam atau petilasan dari Syekh Jumadil Kubro diyakini berada di sejumlah tempat. Namun, makam Syekh Jumadil Kubro yang berada satu lokasi dengan situs Trowulan Majapahit menunjukan jika dia memiliki kedekatan dengan pejabat kerajaan Hindu terbesar tersebut. Padahal lokasi tersebut, merupakan makam khusus untuk penguburan kerabat raja, atau orang-orang dalam istana Majapahit. Sehingga diyakini jika Syekh Jumadil Kubro telah menyebarkan agama Islam di dalam Majapahit diera keruntuhan kerajaan tersebut. Sasaran kegiatan dakwahnya yang pertama kali adalah di lingkungan Kerajaan Majapahit, yaitu daerah Trowulan, Mojokerto. Selama berdakwah di Nusantara Syekh Jumadil Kubro kerap mendapat tantangan dan kesulitan. Dalam beberapa literatur Syekh Jumadil Kubro yang merupakan salah satu ulama besar di zamannya ini kemudian menghadap ke Sultan Muhammad I sebagai penguasa kekhalifahan Turki Ustmani saat itu. Setelah berkonsultasi dengan Syekh Jumadil Kubro, Sultan Muhammad I lalu mengundang beberapa tokoh ulama dari wilayah Timur Tengah dan Afrika yang memiliki karomah guna membantu perjuangan dalam menyiarkan agama Islam di Nusantara. Mereka terdiri atas sembilan orang ulama yang kemudian disebut Wali Songo. cerita pagi majapahit Baca Berita Terkait Lainnya Berita Terkini More 37 menit yang lalu 1 jam yang lalu 2 jam yang lalu 3 jam yang lalu 3 jam yang lalu 4 jam yang lalu Traveling tidak selalu soal senang-senang belaka, ada kalanya traveling justru dapat membuat iman kita semakin kuat. Jenis wisata yang mengedepankan spiritual ini dinamakan dengan wisata religi. Nah selain menziarahi tempat suci, wisata religi juga bisa berbentuk ziarah makam ulama. Jogja merupakan gudangnya’ makam ulama, sehingga Anda bisa menemukan dengan mudah tempat ziarah ulama di Jogja. Banyak orang yang menganggap bahwa makam ulama di Jogja memiliki nilai-nilai spiritual yang tinggi, sehingga layak dikunjungi. Tak hanya untuk urusan spiritual, ziarah ulama ini juga bisa ditujukan untuk urusan dokumentasi atau mengingat perjuangan kaum muslimin di masa lampau. Nah berikut ini kami akan membahas beberapa lokasi ziarah makam ulama terpopuler yang ada di Jogja. Makam Imogiri Tempat ziarah ulama di Jogja terpopuler yang pertama yaitu Makam Imogiri. Mengapa begitu populer? Karena di Makam Imogiri ini terdapat makam-makan Raja Mataram, dimana Kerajaan Mataram sendiri dikenal sebagai kerajaan yang menganut sistem Islam di masa lampau. Makam Imogiri sendiri dibangun atas prakarsa raja terbesar Kerajaan Mataram yaitu Sultan Agung pada abad 16 yang lalu. Lewat arsitek kepercayaan Sultan Agung yaitu Kyai Tumenggung Citrokusumo, komplek makam dibagi kedalam tiga komplek makam yaitu komplek Kasultan Agung, komplek raja-raja Surakarta, dan komplek raja-raja Yogyakarta. Dengan begitu banyaknya makam orang penting disini, Makam Imogiri tidak pernah sepi dari kunjungan pada traveler yang sedang berwisata religi. Daya tarik Makam Imogiri tidak hanya terletak pada makam-makam raja Mataram, namun juga pada desain komplek makamnya. Lewat sentuhan sang arsitek, Makam Imogiri ini didesain dengan sentuhan Islam dan Hindu. Makam Imogiri ini terletak di atas bukit, dimana traveler mesti menaiki 409 anak tangga. Nah Makam Imogiri ini terletak di Kecamatan Imogiri, Yogyakarta. Jika Anda tidak tahu rute menuju Makam Imogiri, sebaiknya Anda memesan paket wisata Jogja agar Anda mendapatkan panduan dan layanan wisata religi yang tepat. Nah komplek makam dibuka setiap hari mulai dari jam 8 pagi hingga jam 4 sore, lalu dibuka kembali pada jam 8 malam. Dilarang menggunakan pakaian yang tidak sopan di komplek makam dan traveler mesti berlaku sopan. Makam Syekh Maulana Maghribi Bagi Anda yang belum tahu, Syekh Maulana Maghribi merupakan nama asli dari Sunan Gresik. Sunan Gresik sendiri merupakan salah seorang Walisongo yang dikenal sebagai ulama pertama yang menyebarkan Islam di Pulau Jawa. Itulah mengapa komplek makam Makam Syekh Maulana Maghribi di Bantul ini selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah ataupun traveler yang sedang berwisata religi. Komplek makam Syekh Maulana Maghribi juga berdekatan dengan Pantai Parangtritis, sehingga pengunjung bisa melihat pemandangan laut yang sangat indah. Nah komplek makam Sunan Gresik ini berada di atas bukit, sehingga pengunjung mesti menaiki beberapa anak tangga. Setelah sampai di atas, pengunjung bisa menemukan beberapa spot menarik seperti mushola, candi, dan tentunya area makam Sunan Gresik. Komplek Makam Dongkelan Tempat ziarah ulama di Jogja paling terkemuka lainnya yaitu komplek makam Dongkelan. Komplek makam Dongkelan ini terletak di sebelah Masjid Patok Negara Dongkelan Kauman, Bantul. Bagi Anda yang tidak tahu rutenya, sebaiknya menggunakan layanan paket wisata Jogja. Nah komplek makam ini selalu ramai dikunjungi peziarah, khususnya dari kalangan santri. Terdapat beberapa makam ulama besar disini, yang paling populer yaitu KH. M. Munawir atau yang lebih dikenal dengan sebutan Mbah Munawir. Mbah Munawir sendiri dikenal sebagai ulama besar pada zaman kolonialisme Belanda, dan menjadi tokoh sentral dalam perkembangan Islam di Yogyakarta. Selain makam Mbah Munawir, masih terdapat beberapa makam ulama besar lainnya, sehingga sangat recommended dijadikan tempat wisata religi. Petilasan Syekh Jumadil Kubro Bagi Anda yang belum tahu, Syekh Jumadil Kubro merupakan bapak dari Walisongo. Mengapa disebut bapak dari Walisongo? Karena beberapa Walisongo diyakini merupakan cucunya Syekh Jumadil Kubro. Nah Syekh Jumadil Kubro juga dianggap sebagai penggagas sistem Islam di Pulau Jawa, hingga ia dianggap sebagai tokoh Islam paling penting selain Walisongo di masa lampau. Nah petilasan Syekh Jumadil Kubro terletak di Dusun Turgo, Kaliurang, yang berada di kaki Gunung Merapi. Karena lokasinya lumayan jauh dari keramaian, direkomendasikan agar traveler menggunakan jasa pemandu wisata. Masjid Pathok Negoro Plosokuning Tempat ziarah ulama terpopuler lainnya di Jogja yaitu Masjid Pathok Negoro Plosokuning. Nah Masjid Pathok Negoro Plosokuning dianggap sebagai masjid besar pertama yang ada di Jogja. Masjid ini dibuat oleh Sultan Hamengku Buwono I, sehingga dianggap sebagai pondasi kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Terdapat banyak makam ulama besar disini, sehingga bagi Anda yang sedang wisata religi di Jogja, sebaiknya mengunjungi Masjid Pathok Negoro Plosokuning ini. Nah itulah beberapa tempat ziarah ulama di Jogja yang bisa Anda kunjungi selama masa liburan tiba. Selain dapat meningkatkan spirit keimanan, Anda pun bisa menambah wawasan tentang sejarah Islam di tanah Jogja. Karena tidak sepopuler tempat wisata pada umumnya, sebaiknya Anda menggunakan jasa pemandu saat berwisata religi di Jogja. Makam Syekh Jumadil Kubro di Troloyo, Mojokerto. Sebuah pusara dikenal sebagai Kubur Tunggal. Disebut begitu karena sebelum dibangun cungkup yang besar seperti sekarang, pusara itu terletak di dalam sebuah cungkup dan berdiri sendiri. Di sinilah konon Syekh Jumadil Kubra dimakamkan. Seorang syekh yang kepadanya semua wali Jawa dihubungkan. Pada nisannya terdapat kutipan ayat-ayat Al-Qur’an "tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu" Ali Imran 185 dan "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati" Al-Ambiya 35. Kutipan lainnya berbunyi "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanyalah kepada kami kamu dikembalikan" Al-Ankabut 37; "Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan" Ar-Rahman 26-27; dan "Tiap-tiap sesuatu pasti binasa kecuali Allah" Surat Al-Qasas 88. Selain itu, ada dua kalimat dalam bahasa Arab dan Asmaul Husna. Sedangkan nama Syekh Jumadil Kubra malah tak tertera pada nisan. Kendati demikian, haulnya digelar rutin. Peziarah berdatangan setiap malam Jumat Legi membuat makam Troloyo di Trowulan, Mojokerto, itu terkenal sebagai tempat peristirahatan terakhir sang mubalig. Melegenda di Seluruh Jawa Kisah Syekh Jumadil Kubra sebetulnya simpang siur. Martin van Bruinessen dalam Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat menyebutkan, Syekh Jumadil Kubra diceritakan dalam berbagai legenda yang berkembang dalam kepustakaan berbahasa Jawa. Ada pula yang menghubungkannya dengan Majapahit. Babad Cirebon menyebut Syekh Jumadil Kubra sebagai moyang para wali Jawa, seperti Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang, dan Sunan Ampel. "Bahkan juga wali yang paling Jawa di antara para wali, Sunan Kalijaga," tulis Van Bruinessen. Menurut Martin, sebuah sejarah Gresik berbahasa Jawa menyebut Syekh Jumadil Kubra sebagai kakek buyut seorang wali lainnya lagi, Sunan Giri pertama. Kisahnya menyebut Syekh Jumadil Kubra adalah ayah dari Sunan Ampel yang menetap di Gresik. Sunan Ampel mempunyai anak bernama Maulana Ishaq yang menikahi putri raja Blambangan dan beroleh anak, Sunan Giri. Sementara itu, Thomas Stamford Raffles dalam The History of Java mencatat versi lain dari legenda di Gresik, bahwa Syekh Jumadil Kubra bukanlah seorang moyang, melainkan pembimbing wali yang pertama. Raden Rahmat yang kelak menjadi Sunan Ampel datang dari Champa ke Palembang kemudian meneruskan perjalanan ke Majapahit. Mula-mula Raden Rahmat ke Gresik mengunjungi seorang ahli ibadah yang tinggal di Gunung Jali, bernama Syekh Molana Jumadil Kubra. Menurut Syekh Molana Jumadil Kubra kedatangan Raden Rahmat telah diramalkan oleh Nabi, bahwa keruntuhan agama kafir telah dekat. Raden Rahmat dipilih untuk mendakwahkan ajaran Muhammad di pelabuhan timur Pulau Jawa. Van Bruinessen juga mencatat cerita lisan di desa-desa yang terletak di lereng Gunung Merapi, sebelah utara Yogyakarta. Syekh Jumadil Kubra dipercaya sebagai wali muslim Jawa yang paling tua. Ia berasal dari Majapahit dan hidup sebagai pertapa di hutan gunung itu. Legenda rakyat berbahasa Jawa dari wilayah Tengger, Cariose Telaga Ranu, juga menyebut nama Maulana Ishaq dan Syekh Jumadil Kubra. Keduanya adalah saudara dari dua pertapa, Ki She Dadaputih di Gunung Bromo dan Ki She Nyampo di Sukudomas. "Maulana Ishaq pergi ke Blambangan dan menjadi ayah Raden Paku Sunan Giri. Jumadil Kubra menjadi guru di Mantingan," tulis Van Bruinessen. Keberadaan Syekh Jumadil Kubra di Mantingan juga disebut dalam Serat Kandha. Ia disebut sebagai salah satu dari empat tokoh suci umat Islam di zaman kuno. Tiga lainnya yaitu Nyampo di Suku Dhomas, Dada Pethak di Gunung Bromo, dan Maulana Ishak di Blambangan. Isno, dosen Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Raden Wijaya Mojokerto, menambahkan, nama Syekh Jumadil Kubra juga dikenal di kalangan pengikut Syekh Siti Jenar. "Menurut cerita tutur, Syekh Jumadil Kubra adalah teman baik Syekh Siti Jenar saat membawa penawar atas tanah-tanah angker bekas pemujaan aliran Yoga-tantra," tulis Isno dalam "Pendidikan Islam Masa Majapahit dan Dakwah Syekh Jumadil Kubra", terbit di Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. 03, No. 01, Mei 2015. Bukan Makam Satu-satunya Kisah Syekh Jumadil Kubra menjadi legenda di empat wilayah, yaitu Banten-Cirebon, Gresik-Majapahit, Semarang-Mantingan, dan Yogyakarta. Menurut Van Bruinessen, ada kesan seolah orang Islam Jawa pada zaman dan tempat berbeda semua bertolak dari nama Syekh Jumadil Kubra. Makam Syekh Jumadil Kubra pun ada di beberapa tempat. Selain di Troloyo, sebuah makam tua di antara tambak daerah pesisir pantai di Terbaya, tidak jauh dari Semarang, diyakini penduduk sekitar sebagai makam Syekh Jumadil Kubra. Keyakinan ini berdasarkan kisah dalam Babad Tanah Jawi yang menuturkan Syekh Jumadil Kubra pernah melakukan tapa di Bukit Bergota di Semarang. Baca juga Gajah Mada dan Islam di Majapahit Makam keramat lain berada di lereng Gunung Merapi, tepatnya di Desa Turgo. Keberadaannya disertai cerita lisan yang beredar di kawasan itu. Sementara itu, kisah Syekh Jumadil Kubra di Gresik dan Mantingan tidak meninggalkan jejak makam maupun petilasan. Makam Syekh Jumadil Kubra di Troloyo yang paling umum diakui. Kuburan ini paling sering kunjungi peziarah. Menurut Muhammad Chawari, arkeolog Balai Arkeologi Yogyakarta dalam “Fenomena Islam pada Masa Kebesaran Kerajaan Majapahit” yang terbit di Majapahit Batas Kota dan Jejak Kejayaannya, dari seluruh makam di Troloyo yang ada prasastinya hanya satu nisan yang menyebut nama, yaitu Zayn ud-Din atau mungkin bisa dibaca sebagai Zaenuddin. Angka tahun yang tertera pada nisan ini yaitu 874 H atau 1469 M. Paling tidak yang bisa diketahui, mereka yang dimakamkan di sana adalah penduduk kota Majapahit dan keluarga raja yang telah memeluk agama Islam. Khususnya tujuh makam bertuliskan aksara Arab yang letaknya tak jauh dari pusat kota Majapahit. Dari angka tahun yang tertulis pada nisannya, ada satu yang terbaca 874 H atau dalam tahun Saka 1391 1469 M. Artinya, muslim atau mungkin kerabat raja Majapahit yang muslim sudah ada sejak Hayam Wuruk berkuasa. "Pada waktu Majapahit mencapai puncak keemasan di bawah Raja Hayam Wuruk, agama Islam sudah dianut oleh penduduk ibu kota Majapahit," tulis Chawari. Menurut Chawari dasar dan maksud mengidentikan Kubur Tunggal di Troloyo dengan Syekh Jumadil Kubra belum bisa dipastikan. Yang jelas, nama yang kini dikenal tak ada hubungannya dengan makam. Itu bukanlah nama sesungguhnya. Nama itu semata-mata hanya untuk mempermudah indentifikasi. Lagi pula bukan cuma Syekh Jumadil Kubra yang diidentikan dengan makam-makam Islam kuno di Trowulan. Syekh Maulana Ibrahim, Syekh Abdul Qodir Jaelani, Syekh Maulana Sekah, dan Syekh Ngundung pun dipercaya menjadi penghuni makam era Majapahit itu. "Secara umum tokoh itu pernah berjaya dan sangat dikenal di masa lalu, tidak di daerah Troloyo saja namun juga di daerah lain dalam kurun yang lain pula," tulis Chawari. "Dengan kata lain nama tokoh itu bukan nama tokoh sejarah yang berhubungan dengan makam Troloyo." Semarang - Sekitar 30 kios pedagang di dekat wisata religi Makam Syekh Jumadil Kubro Semarang terancam tergusur imbas peninggian jembatan Tol Kaligawe. Para pedagang pun mengeluhkan uang kompensasi yang dinilai kios tersebut terletak di Jalan Yos Sudarso tepatnya di pertigaan menuju Jalan Kaligawe Semarang. Hampir seluruh lapak kios tersebut berbahan kontainer. Di sana terdapat warung nasi, warung kopi, tambal satu penjual makanan di sana, Kusniah 55 mengaku pasrah jika kelak lapaknya akan digusur. Hal itu juga disebut sudah menjadi pembahasan di kalangan paguyuban pedagang. "Kita kan orang kecil, memang ini kan haknya pemerintah kita cuma numpang tanahmya pemerintah," ujarnya saat ditemui di kiosnya, Kamis 1/6/2023.Kusniah mendengar bahwa dirinya akan mendapat uang kompensasi sebesar Rp 5 juta. Jumlah tersebut dinilai kecil dibanding hasilnya berjualan dengan omzet hingga Rp 600 ribu per Kusniah yang telah berjualan 15 tahun di sana, baru beberapa bulan lalu membangun kiosnya dengan biaya hingga Rp 11 juta."Kemarin saja ini belum lama aku tanya ini belanja habis Rp 11 juta itu belum bayarannya tukang loh," Ketua Paguyuban Pedagang Syekh Jumadil Kubro SJK, Eni Retnowati 42 lokasi tempat 30 pedagang mencari nafkah itu harus dibersihkan akhir bulan ini. Pihaknya berharap uang kompensasi bisa dinaikkan."Terakhir itu mintanya Rp 8 juta, tapi ditentuin itu cuma Rp 5 juta sebenarnya masih berat lah masih berat sekali," kata Rp 5 juta itu juga disebut sudah melalui proses tawan-menawar. Awalnya, para pedagang hanya akan diberikan Rp 2,5 di halaman berikut. Simak Video "LPSK Tolak Permohonan Perlindungan Bripka Andry Serahkan Diri Dulu" [GambasVideo 20detik]

makam syekh jumadil kubro jogja